Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley. ANTARA/HO-KPAI
Jakarta (ANTARA) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai maraknya praktik mobilisasi anak dalam aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan dan tindak kriminal merupakan bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan hak-hak anak.
"Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menjamin hak anak untuk didengar, mendapatkan informasi sesuai usia, dan bebas dari eksploitasi politik. Tetapi faktanya, kami menemukan adanya mobilisasi anak untuk ikut unjuk rasa tanpa edukasi yang memadai. Ini bukan partisipasi, melainkan eksploitasi," kata Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Sylvana menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan sebenarnya menjamin kebebasan anak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, dan berserikat.
Namun, perlindungan tersebut juga harus disesuaikan dengan aspek perkembangan usia, kesiapan mental, dan keselamatan anak.
Baca juga: KPAI sebut ada 20 anak korban kerusuhan demo masih dirawatBaca juga: KPAI pastikan keluarga mendapat kejelasan tentang penyebab kematian Andika
KPAI mencatat adanya temuan kepolisian yang mendapati anak-anak dipersenjatai petasan hingga bom molotov saat terjadi kerusuhan.
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian anak juga ikut melakukan penjarahan di sejumlah daerah.
"Sangat disayangkan, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di beberapa wilayah lain seperti Surabaya, Kediri, Pekalongan, dan Tegal, anak-anak ikut melakukan penjarahan. Ini situasi darurat yang harus segera dihentikan," kata Sylvana Maria Apituley.
Rangkaian aksi unjuk rasa di berbagai provinsi pekan lalu tercatat menelan 10 korban jiwa, termasuk satu anak.
Korban anak tersebut berinisial ALF (16), pelajar asal Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten yang meninggal dunia saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Korban sebelumnya diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa di kawasan DPR/MPR RI pada Kamis (28/8) yang berujung ricuh.
Baca juga: KPAI sesalkan unjuk rasa di Jakarta telan korban anakBaca juga: KPAI minta 7 anak ditahan di Polres Jakut segera dibebaskan
Pewarta: Anita Permata DewiEditor: Riza Mulyadi Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.